Palembang, rakyatpembaruan.com—
Dari lereng Gunung Dempo, Pertamina Patra Niaga Regional Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) membina Kopi Petani Layang-layang, UMKM yang tidak hanya mengolah biji kopi berkualitas, tetapi juga mengangkat martabat petani lokal. “Kite” yang berarti “kita” dalam bahasa Suku Basemah melambangkan semangat kebersamaan dalam memberdayakan petani dan mengubah pandangan terhadap profesi mereka.
Didirikan Abi La Baba pada Maret 2022 di Desa Serambi, Kecamatan Jarai, Kabupaten Lahat, Petani Kite hadir dari berbicara terhadap potensi kopi lereng Gunung Dempo yang belum tergarap optimal. Sebelumnya, petani masih mengolah secara tradisional, memanen buah kopi mentah, menjemur di jalan, dan bergantung pada tengkulak yang merugikan.
“Saya melihat potensi besar kopi di sini, tapi petani masih merugi karena tengkulak. Petani Kite hadir untuk mengubahnya. Berkat pendampingan Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel sejak awal, kini kami bisa mengolah kopi dengan standar tinggi dan memasarkannya secara mandiri,” ungkap Abi.

Sejak menjadi UMKM binaan Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel di tahun yang sama, Petani Layang-layang mengalami transformasi besar mulai dari budidaya, pengolahan, hingga pemasaran. Dukungan pelatihan teknis, peralatan produksi, promosi, dan pembukaan jejaring pasar membuat para petani kini mampu memproduksi kopi berkualitas tinggi dan menjualnya langsung ke pasar yang lebih menguntungkan tanpa perantara.
Dampak pelatihan ini terasa nyata bagi masyarakat sekitar, khususnya anak muda yang berprofesi sebagai petani. Petani Kite memfasilitasi mereka belajar membuat kopi secara gratis. Muhammad Oka, pemuda Desa Serambi, kini berhasil mendirikan usaha jasa roasting sendiri dan memproduksi kopi secara mandiri.
“Saya dulu hanya membantu orang tua di kebun kopi tanpa tahu cara mengolahnya. Setelah belajar di Petani Kite, saya paham proses pengolahan hingga roasting. Sekarang saya punya usaha sendiri,” tutur Oka.
Saat ini, Petani Kite mencatat omzet bulanan Rp10-15 juta dengan hasil panen mencapai 2 ton green bean per tahun. Produk yang dipasarkan meliputi kopi bubuk berbagai varian seharga Rp35 ribu per kemasan, serta layanan jasa roasting.
Dalam operasionalnya, Petani Kite memberdayakan pemuda lokal dan ibu-ibu setempat dengan sistem harian, 2 orang saat pengolahan, 3-5 orang untuk sortasi, dan 4-6 orang saat panen. Petani Kite juga aktif mengikuti Festival Kopi Lahat dan SMEXPO dari Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel di Palembang untuk memperluas jejaring.
Menurut Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Rusminto Wahyudi, Petani Kite adalah bukti nyata komitmen perusahaan dalam memberdayakan masyarakat melalui pembinaan UMKM yang berkelanjutan.
“Petani Kite bukan sekadar usaha kopi, tetapi gerakan sosial yang mengangkat martabat petani. Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel mendampingi sejak awal dan mampu meregenerasi petani muda seperti Oka yang kini punya usaha sendiri. Ini adalah wujud Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) yang tidak hanya membangun bisnis, tetapi juga memberdayakan masyarakat,” ungkap Rusminto.
Kisah Petani Kite menjadi wujud nyata komitmen Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel dalam mendukung _Sustainable Development Goals_ (SDGs) Tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan) dan Tujuan 8 (Pertumbuhan Ekonomi dan Pekerjaan yang Layak), membuktikan bahwa dukungan yang tepat dapat membuat petani kopi mandiri, berdaya, dan dihargai.
(Adi/Rp)